Pengawetan Bambu
Apa yang dimaksud dengan pengawetan bambu?
Untuk meningkatkan daya tahan dan performanya bambu dan produk dari bambu perlu diawetkan, baik dengan bahan pengawet yang bersifat kimiawi atau pun tanpa bahan kimia, dengan cara tradisional ataupun yang lebih moderen. Adapun tujuan dari pengawetan bambu adalah:
- Meningkatkan daya tahan dan waktu pemanfaatan bambu.
- Menahan dan menunda kerusakan
- Mempertahankan stabilitas struktur bambu dan kekuatannya
- Menambah ketahanan lain misalnya lebih tahan terhadap api.
- Meningkatkan mutu bambu secara estetika.
Mengapa bambu harus diawetkan?
Bambu adalah bahan alami yang besifat organic. Tanpa perlakuan tertentu untuk melindunginya, daya tahan bambu akan kurang dari tiga tahun. Tidak seperti kayu keras lainnya misalnya jati atau meranti, struktur batang bambu tidak memiliki unsur toksik atau racun. Ditambah lagi dengan hadirnya unsur zat gula yang banyak terkandung dalam bambu yang mengundang mikroorganisme. Krusakan bologis bambu dapat mempengaruhi kegunaan, kekuatan dan nilai bambu atau produk bambu. Kerusakan dapat mengakibatkan:
- Pelapukan
- Retakan atau pecah
- Timbulnya noda dan lobang
Dengan demikian pengawetan sangat penting jika bambu dimaksudkan untuk keperluan struktur bangunan dimana keselamatan menjadi pertimbangan yang utama. Selain itu penggantian komponen rusak akibat tidak diawetkan akan membutuhkan waktu dan biaya. Peningkatan usia bambu karena pengawetan akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang.
Sedangkan dari sisi cara pengawetan, pilihan metode pangawetan sendiri sebenarnya sangat tergantung pada beberapa faktor. Cara dan bahan tertentu mungkin kurang cocok atau kurang tepat untuk diterapkan . Namun banyaknya pilihan teknik dan metode pengawetan dapat mengcover hampir semua kebutuhan dan pemanfaatan bambu. Berikut ini adalah berberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menentukan pilihan metoda dan bahan pengawet:
- Kondisi bambu yang ada (kering atau basah)
- Bentuk bambu ketika akan diawetkan apakah utuh, bambu belah atau
- sudah dalam bentuk produk kerajinan.
- Tujuan penggunaan, apakah untuk struktur atau non struktur.
- Skala pengawetan atau jumlah kebutuhan bambunya sendiri
Pengawetan Tradisional
Tentang Pengawetan Tradisional
Yang dimaksud dengan pengawetan tradisional di sini adalah praktik dan perlakuan terhadap yang dilakukan olah masyakat secara turun temurun yang bertujuan untuk meningkatkan masa pakai bambu. Berbagai cara pengawetan tersebut diantaranya berupa:
Pengendalian waktu tebang. Adalah pengawturan waktu penebangan bambu pada saat-saat tertentu yang menurut kepercayaan atau kebiasaan masyarakat dapat meningkakan daya tahan bambu dibandingkan dengan penebangan pada sembarang waktu. Pengendalian waktu tebang di Indonesia ada banyak versi, diantaranya:
- penebangan pada bulan tertentu (mongso/mangsa) dalam bahasa jawa/sunda, umumnya pada mongso 9 (bulan maret) dianggap sebagai waktu yang paling tepat untuk memotong bambu.
- penebangan pada jam tertentu, misalnya penebangan dilakukan pada waktu menjelang subuh dipercaya dapat meningkatkan ketahanan bambu.
- Penebangan pada waktu tertentu, misalnya penebangan pada waktu bulan purnama dibeberapa daerah dipercaya dapat mengurangi serangan hama pada bambu.
Perendaman bambu, bambu yang telah ditebang direndam selama berbulan-bulan bahkan tahunan agar bambu tesebut tahan terhadap pelapukan dan serangan hama. Perendaman dilakukan baik di kolam, sawah, parit, sungai atau di laut.penebangan waktu pada bulan tertentu (mongso/mangsa) dalam bahasa jawa/sunda, umumnya pada mongso 9 (bulan maret) dianggap sebagai waktu yang paling tepat untuk memotong bambu. Kelemahan dari sistem ini adalah, bambu yang direndam dalam waktu lama, ketika diangkat akan mengeluarkan lumpur dan bau yang tidak sedap, akan butuh waktu yang cukup lama setelah perendaman untuk mengeringkan hingga bau berkurang dan dapat dipakai sebagai bahan bangunan.
Pengasapan bambu, selain pengendalian waktu penebangan dan perendaman, secara tradisional bambu juga kadangkala diasap untuk meingkatkan daya tahannya. Secara tradisional bambu diletakkan di tempat yang berasap (dapur atau tempat pembakaran lainnya), secara bertahap kelembaban bambu berkurang sehingga kerusakan secara biologis dapat dihindari. Saat ini sebenarnya cara pengasapan sudah mulai dimodernisasi, beberapa produsen bambu di Jepang dan Amerika Latin telah menggunakan sistem pengasapan yang lebih maju untuk mengawetkan bambu dalam skala besar untuk kebutuhan komersil.
Pencelupan dengan kapur. Bambu dalam bentuk belah atau iratan dicelup dalam larutan kapur (CaOH2) yang kemudian berubah menjadi kalsium karbonat yang dapat menghalangi penyerapan air hingga bambu terhindar dari serangan jamur.
Pemanggangan/pembakaran. Biasanya dilakukan untuk meluruskan bambu yang bengkok atau sebaliknya. Proses ini dapat merusak struktur gla yang ada dalam bambu membentuk karbon , sehingga tidak disenangi oleh kumbang atau jamur.
Pengawetan Moderen
Cara Pengawetan Moderen
Yang dimaksud dengan cara pengawetan moderen di sini adalah pengawetan yang memanfaatkan input barupa bahan kimia. Efisiensi pengawetan kimia terhadap peningkatan umur bambu dipengaruhi oleh struktur anatomi bambu itu sendiri. Pengawetan bambu lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan pengawetan kayu karena kondisi berikut ini:
- Tidak ada jalur serapan radial (horizontal ketika bambu dalam posisi tegak) sebagaimana yang dimiliki kayu, sehingga perpindahan larutan dari sel ke sel tergantung pada proses difusi secara perlahan.
- Sel batang bambu yang berperan dalam proses transportasi bahan pengawet hanya 8% dibandingkan dengan kayu lunak yang mencapai 70%, karu keras 20% atau rotan 30%, ini menyebabkan proses pengawetan bambu membutuhkan waktu yang lebih lama.
- Penyerapan radial dari bahan penawet melalui bagian kulit luar bambu terhalang oleh lapisan keras kulit bambu (cortex), sedangkan dari bagian dalam dihalangi oleh struktur lignin yang tebal.
- Meski poros vertical yang ada memungkinkan larutan mudah melewati sel bambu, namun keberadaan buku-buku diantara ruas bambu mengisolasi dan memperlambat penyerapan ke bagian lainnya.
- Ketika bambu dipotong, cairan bambu beraksi menutupi “luka” yang ada sehingga membatasi akses bahan pengawet. Sehingga bambu harus segera diawetkan ketika kondisinya masih basah.
- Dalam kondisi kering cairan bambu yang mongering di dalam batang bambu menghalangi proses difusi antar sel, sehingga memperlambat proses penyerapan pengawet.
Bahan Pengawet
Bahan Pengawet
Bahan pengawet yang dimaksud di sini adalah bahan tambahan baik yang bersifat alami maupun bahan kimia. Dalam praktiknya, pengawetan secara tradisional seringkali menggunakan bahan-bahan alami seperti daun nimba yang banyak diaplikasikan di India, terutama untuk pengawetan bambu belah atau untuk keperluan anyaman.Sedangkan untuk saat ini praktik pengawetan bambu lebih banyak menggunakan bahan kimia. Masing-masing bahan pengawet tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri.
Berdasarkan bahan dasar pelarutnya, pengawet kimiawi dapat dibedakan menjadi dua jenis:
Pengawet berbahan dasar air. Prinsip utama pengawet dengan bahan dasar air adalah, bahan pengawet diserap oleh bambu ketika basah, lalu setelah kering air menguap dan meninggalkan bahan pengawet di batang bambu. Pengawet dengan bahan dasar air terdiri atas dua jenis yakni yang bersifat non-permanen dan permanen. Non permanen artinya bahan pengawet dapat larut ketika bersentuhan dengan air (contohnya boric acid), sedangkan permanen artinya campuran dari bahan kimia tersebut memiliki komponen pengikat yang mengikat bahan pengawet pada bambu (contohnya Copper Chrome Boron atau CCB).
Pengawet berbahan dasar minyak. Tar atau ter tersedia dalam bentuk larutan berwarna hitam, aplikasinya dilakukan dengan proses tekanan atau pemanasan, karena berbahan dasar minyak, bambu yang diawetkan akan tahan terhadap kelembaban dan air serta tidak disenangi oleh jamur dan serangga. Penggunaan ter untuk bambu umumnya terbatas pada aplikasi untuk luar ruangan, karena bau dan tekstrunya yang lengket.
Berikut ini adalah bahan pengawet kimia yang paling umum digunakan untuk pengawetan bambu:
Senyawa Boron. Merupakan kombinasi antara borax dan boric acid dengan perbandingan 1:1.4, juga tersedia dalam bentuk Disodium Octaborate. Senyawa boron efektif melawan serangga pemakan bambu seperti kumbang bubuk, rayap dan jamur. Kadar garamnya memiliki sifat anti api. Tidak beracun dan dapat dipakai untuk mengawetkan keranjang, atau kerajinan lainnya yang dapat kontak langsung dengan produk makanan. Campuran borax & boric acid. Merupakan bahan pengawet yang paling banyak diaplikasikan untuk bambu saat ini dan paling banyak diterima di berbagai tempat. Kelemahannya adalah bambu yang diawetkan dengan bahan ini hanya cocok untuk bambu yang terlindung dari paparan air secara langsung (cocok untuk dalam ruanganan).
Catatan Tentang Borax & Boric Acid sebagai bahan pengawet bambu. Borax dan boric acid adalah garam mineral alami yang digunakan secara luas di dunia. Senyawa ini dapat ditemukan pada berbagai perlengkapan rumah tangga seperti detergen, bahan tahan api, bahkan obat tetes mata. Kebanyakan kelompok pencinta lingkungan, arsitek dan pengembang merasa aman menggunakan bahan ini untuk pengawet kayu dan bambu dibandingkan dengan bahan kimiaberacun.Yang perlu selalu diingat adalah, hampir semua hal di dunia memiliki sifat aman pada dosis tertentu tapi dapat menjadi berbahaya pada dosis yang salah. Misalkan saja yang paling sering kita jumpai sehari hari, gula dan garam yang merupakan penyedap makanan dan minuman , dalam dosis yang salah dapat menimbulkan penyakit, demikian pula dengan sabun cuci yang bermanfaat membersihkan pakaian kita, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan iritasi atau jika termakan menyebabkan keracunan. Masih banyak lagi lagi contoh lainnya. Kesimpulannya adalah segala sesuatu dapat menjadi “aman” dan “tidak aman” tergantung dosisnya. Dengan dosis antara 5-10% larutan boron yang direkomendasikan untuk mengawetkan bambu masih digolongkan pada tahap yang sangat aman, bahkan jika anak anda sampai menggigit bambu yang telah diawetkan, maka bahan pengawetnya tidak akan meracuni atau menggangu kesehatannya. Menyentuh atau memegang bahan bambu yang telah diawetkan dengan boron juga tidak membahayakan.
Zinc Chloride/Copper Sulphate. Jenis ini memiliki kadar asam sangat tinggi dan dapat menyebabkan korosi pada baja.
Sodium Penta Chloro Phenate (NaPCP). Adalah fungisida yang biasanya dikombinasikan dengan borax dan boric acid untuk melindungi bambu yang masih basah saat dikirim dalam container. Namun bahan ini telah dilarang dibanyak Negara karena sifatnya yang beracun.
Copper Chrome Arsenic (CCA) dan Ammoniacal Copper Arsenate (ACA). Merupakan pengawet yang bersifat permanen dan terbukti ampuh mengawetkan bambu hingga lebih dari 50 tahun, bahkan untuk aplikasi luar ruangan. Tapi karena sifat toksisitasnya yang sangat tinggi bahan ini banyak dihindari dan dilarang.
CCB (Copper Cromium Boron). CCB dikenal efektif melindungi bambu, selain itu bambu yang diawetkan dengan CCB dapat bertahan cukup lama sekalipun diaplikasikan diluar ruangan yang. Namun bahan CCB juga sangat sulit ditemukan, selain itu aplikasinya harus menggunakan sistem tekanan agar bisa efektif.
Karosete / Ter, merupakan bahan pengawet berbasis minyak, dapat diaplikasikan untuk penggunaan luar ruangan, kelemahannya adalah bambu yang diaplikasi dengan bahan ini tidak cocok untuk furniture atau komponen bangunan yang bersentuhan langsung dengan manusia karena ada unsur minyak, berbau dan lengket. Cocok untuk aplikasi luar ruangan seperti pagar.
Metode Pengawetan
Berdasarkan jangka waktu dan tujuan pemakaian bambu, metode pengawetan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni pengawetan untuk keperluan jangka pendek dan pengawetan untuk keperluan jangka panjang. Di sini kita hanya akan membahas pengawetan untuk keperluan jangka panjang.
Perendaman Pangkal Bambu. Prinsip utama metode ini adalah penyerapan bahan pengawet oleh bambu melalui kapiler bambu. Bambu yang baru dipoting diletakkan vertical dalam larutan pengawet yang ditempatkan dalam drum atau tangki, hanya sebagian dari bambu yang terendam. Waktu perendama tergantung pada panjang bambu dan kelembabannya, umumnya antara 7 hingga 14 hari. Panjang bambu yang cocok untuk pengawetan jenis ini adalah maksimal 2 meter. Metode ini cocok untuk mengawetkan bambu dalam jumlah kecil dan bisa diaplikasikan pada bambu utuh maupun belah.
Perendaman Difusi. Cocok digunakan untuk bambu utuh dan belah. Prinsip utamanya adalah proses difusi, dimana bahan penawet masuk ke dalam bambu akibat adanya perbedaan konsentrasi larutan dan keluarnya cairan bambu akibat tekanan osmosis. Percepatan proses perendaman difusi dapat terjadi dengan peningkatan kadar larutan dan pemecahan penyekat bagian dalam (buku) bambu. Karena melalui bagian yang dipecahkan tersebut larutan pengawet akan cepat masuk ke dalam ruas-ruas bambu yang berbeda. Pengawetan jenis ini cocok untuk skala besar, minimal 100 batang bambu sekali proses. Dibutuhkan kolam atau wadah yang besar untuk mengawetkan bambu dalam jumlah banyak. Pengembangan dan alternative lain sistem ini dapat berupa:
- Perendaman dengan Pemanasan. Bambu direndam dalam larutan pengawet sambil dipanaskan untuk mempercepat proses penetrasi obatnya.
- Perendaman vertical. Bambu dilobangi, ditegakkan lalu diisi larutan pengawet. Tekanan air akan mempercepat proses penyerapan larutan pengawet. Pengawetan cara ini cocok diaplikasikan untuk bambu utuh dan panjang.
- Penggantian cairan bambu dengan bahan pengawet. Metode ini dikenal dengan proses Boucherie yang dimodifikasi. Caranya adalah dengan memberikan tekanan untuk mengeluarkan cairan yang ada pada bambu yang masih basah dan pada saat bersamaan menggantikannya dengan larutan pengawet. Metode ini membutuhkan alat seperti pompa atau tangki tekanan, pipa-pipa atau selang karet yang di tempatkan di salah satu ujung bambu. Cocok untuk pengawetan bambu utuh dan masih basah. Karena jika bambu sudah kering proses penggantian cairan tidak akan terjadi.
Pengawetan Dengan Tangki Bertekanan. Pengawetan dengan tangki bertekanan cocok untuk bambu yang sudah kering dan dapat memastikan penyerapan yang cepat dan sempurna. Prinsipnya adalah memaksa bahan pengawet masuk ke dalam bambu. Bahan pengawet yang dapat digunakan denga sistem ini adalah BoraxBoric, CCB, CCA dan Ter. Prosedur pengawetan dengan tangki bertekanan meliputi:
- Proses vakum, bambu yang ditempatkan didalam tangki divakum untuk mengeluarkan udara yang ada.
- Proses pengisian tangki dengan bahan pengawet sekaligus memberikan tekanan pada larutan agar masuk ke dalam bambu. Proses pengisian ini juga biasaya dikombinasi dengan sistem fluktuasi tekanan, dimana tekanan dinaik-turunkan agar dapat mempercepat dan menjamin penyerapan secara sempurna.
Kelebihan metode ini adalah pada waktu pengawetan bambu yang lebih cepat. Sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkan banyak peralatan yang cukup mahal.
Pengeringan Bambu
Pengeringan bambu membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengeringan kayu yang memiliki kepadatan struktur yang sama. Ini disebabkan bambu memiliki komponen yang sangat mudah menyerap kelembaban.
Saat bambu mulai mengering, batang bambu akan berkontraksi dan mengkerut. Proses pengkerutan ini dimulai sejak bambu ditebang, dan dapat mengurangi diameter bambu hingga 16% dan mengurangi ketebalannya hingga 17%. Bambu muda sebaiknya tidak digunakan untuk keperluan konstruksi, karena tingkat pengerutannya sangat tinggi, selain itu bambu muda juga sangat rentan terhadap serangan serangga dan organisme lain.
Bagaimana cara mengeringkan bambu?
Cara yang paling umum dilakukan untuk kebutuhan komersil adalah pengeringan alami dengan di angin-anginkan. Ketika bambu diangkat dari tempat pengawetan, bambu tersebut haruslah disusun dengan baik dan disimpan di tempat yang terlindung.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan ketika mengeringkan bambu:
- Hindari bambu kontak langsung dengan tanah untuk menghindari jamur dan serangga, serta menghindari kelembaban.
- Disarankan hanya menggunakan bambu yang cukup tua, yakni yang berumur sekitar 3 tahun untuk mencegah pengerutan bambu.
- Singkirkan bambu yang terserang hama atau bubuk supaya tidak menjangkiti bambu lain.
Upayakan ada ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara - Hindari perubahan kelembaban yang drastis, misalnya dengan menjemur bambu pada sinar matahari secara langsung, karena ini akan dapat membuat bambu retak dan bahkan pecah terutama pada bambu utuh. Pengeringan dengan matahari dapat dilakukan pada bambu belah.
- Penyimpanan secara vertical adakn dapat mengeringkan bambu lebih cepat dan menghindari kemungkinan terserang jamur. Namun bambu yang dikeringkan secara tegak terlalu lama dapat membuat bambu menjadi kurang lurus dan bengkok.
- Pengeringan secara horizontal dapat dilakukan untuk bambu dalam jumlah besar. Bambu harus diletakkan diatas struktur umpak atau alas agar tidak kontak langsung dengan tanah. Ini berguna untuk menghindari kelembaban. Disaranakn diantara tumpukan bambu diberi alas agar ada sirkulasi yang baik antara batang bambu.
- Bolak-balik bambu agar pengeringannya merata.
Waktu yang disarankan untuk pengeringan bambu secara alami dengan diangin-angin adalah sekitar 1-2 bulan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi proses pengeringan adalah
- Kelembaban bambu
- Ketebalan bambu
- Kelembaban udara sekitar
- Tingkat radiasi matahari
- Musim hujan/kering
- Sirkulasi dan udara
Cara penyimpanan dan pengeringan lainnya:
- Secara tradisional bambu yang dipotong dibiarkan tetap tegak dirumpunnya dan dialas dengan batu atau kayu, bambu dibiarkan hingga daunnya megering selama 3-4 minggu. Dengan cara ini pengeringan terjadi akibat transpirasi alami melalui daun.
- Menyimpan bambu di dalam air dilakukan untuk meenjaga bambu tetap basah dan hijau. Penyimpanan dalam air dapat mengeluarkan zat gula yang ada sehingga cara ini juga merupakan metode pengawetan bambu secara tradisional
- Oven Kiln Dry merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengeringkan bambu belah atau bilah bambu. Namun cara pengeringan oven tidak dianjurkan untuk bambu utuh atau bambu bulat, karena perubahan suhu yang cepat dapat menyebabkan bambu retak dan pecah.
Tips Membeli Bambu
Sebelum anda membeli bambu, ada baiknya terlebih dulu mengetahui tips dan trik berikut agar anda memperolah bambu bermutu dan sesuai dengan kebutuhan anda, dan tidak jera atau kapok menggunakan bahan bambu. Berikut ini beberapa pertimbangan ketika anda akan membeli bambu:
- Cari info penjual/supplier bambu. Bisa dari situs web (mislanya dengan kata kunci pengawetan bambu atau bambu awet), atau minta rekomendasi kontraktor dan perajin bambu yang anda kenal, dll.
- Jika memungkinkan, sebaiknya anda datang langsung ke tempat penjual bambu tersebut agar dapat melihat langsung kondisi bambu yang akan anda beli, serta melihat fasilitas pengawetan, cara perlakuan terhadap bambu dan tentu saja anda akan dapat lebih detail menanyakan tentang kebutuhan bambu anda.
- Tanyakan teknis pengawetan bambu yang digunakan. Misalnya, metode pengawetannya, berapa konsentrasi larutannya, berapa perbandingan masing-masing bahan yang digunakan, berapa lama waktu pengawetan dsb.
- Tanyakan bahan pengawet apa yang digunakan. Penggunaan bahan pengawet yang tepat sangat penting dalam menjamin keawetan bambu dalam jangka panjang. Pengawet yang paling umum dan banyak direkomendasi untuk bambu adalah campruan garam boraks dan asam boric. Pengawetan pada bambu harus bersifat “racun perut”, yakni pengawetan yang meresap ke dalam batang bambu, tidak bisa dimakan oleh bubuk. Hindari membeli bambu yang diawetkan dengan “racun kontak”, karena sifat racun kontak hanya sementara, khusus dirancang untuk mengeliminasi hama ketika hama tersebut bersentuhan dengan bahan pengawetnya, selain itu dengan pertimbangan keamanan, oleh produsennya racun kontak sengaja dibuat segera menguap setelah dioles atau diaplikasikan ke produk kayu dengan tujuan agar tidak membahayakan.
- Tanyakan garansi keawetan yang diberikan. Jika bambu yang dijual diawetkan dengan benar, produsen akan berani memberikan jaminan penggantian jika bambu terserang hama (misalnya kumbang bubuk). Setidaknya minta jaminan penggantian selama tiga tahun. Meski sebenarnya bambu yang diawetkan (dengan borax dan boric misalnya) dapat tahan hingga puluhan tahun, tapi tentu saja penjual tidak akan mungkin memberikan jaminan seumur hidup terhadap produk organik seperti bambu.
- Pastikan waktu pengiriman bambu (tetapkan tanggal pengiriman). Pengawetan bambu biasanya membutuhkan waktu sekitar dua minggu (dengan perendaman), jika produsen/penjual tidak memiliki ready stock, dan anda membutuhkan bambu dalam jumlah besar untuk proyek konstruksi, umumnya dibutuhkan waktu antara 4-6 minggu untuk delivery pesanan.
- Minta saran perlakuan dan cara penyimpanan bambu yang ada beli agar keawetan bambu yang anda beli tidak berkurang karena salah perlakuan. Bambu awet yang berbahan dasar air harus disimpan di tempat terlindung dari hujan, juga terlindung dari panas agar tidak pecah.
Sumber: http://www.bambuawet.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar